Foto Saya
Yudhie

Produk SMART Telecom

Minggu, Oktober 11, 2009

Tafsir Jihad versi CJ Chivers


Tafsir Jihad versi CJ Chivers

Sebuah majalah populer terbitan Amerika Serikat (AS), Esquire edisi Oktober 2003 memuat kisah perjalanan di tiga negara 'panas', yakni Irak, Afghanistan, dan Palestina. Laporan perjalanan karya CJ Chivers itu diberi judul What I Learned at The Jihad (apa yang kita pelajari dalam jihad).

Layaknya laporan perjalanan, tulisan karya veteran Marinir AS yang kemudian menjadi reporter itu disajikan sangat menawan. Dalam tulisan tersebut dia bercerita soal pertemuannya dengan beberapa pejuang Irak, kelompok Aliansi Utara di Afghanistan, serta para mujahid Palestina.

Melalui laporan perjalannya, secara implisit Chivers menampilkan pandangan Barat terhadap terminologi Jihad. Dari awal hingga akhir tulisan, istilah Jihad yang dia gunakan selalu didekatkan dengan perang. Gaya penyajian seperti itu mudah sekali menggiring pembacanya untuk memaknai jihad secara sempit, yakni mengangkat senjata dan menumpahkan darah.

Lebih lanjut, dia menggambarkan bahwa gerakan jihad mulai berkembang pada pertengahan 1980-an. Waktu itu, para pejuang Afghanistan sedang berusaha keras melawan Uni Soviet. Untuk berjihad, para pejuang belajar membuat bom, melumpuhkan lawan, merakit senapan, dan sebagainya.

Fenomena jihad digambarkan menjadi begitu mengerikan. Secara sepintas tulisan tersebut menyinggung bahwa semangat jihad pemeluk Islam, terkadang menjadi penyulut aksi teror. Semangat seperti itu, kata Chivers, mudah muncul karena keterbelakangan mayoritas pemeluk Islam.

''Saat ini pemeluk Islam di dunia mencapai 1,2 miliar atau seperlima penduduk dunia,'' tulisnya. Tapi, menurut Chivers, sebagian besar umat Islam hidup dengan tingkat ekonomi yang rendah, pemerintahan yang korup, dan tidak demokratis. Latar belakang tersebut, dinilainya, membuat orang Islam menjadi rentan untuk direkrut sebagai pelaku aksi teror, yang diatasnamakan jihad.

Pemaknaan jihad seperti itu, tentu berbeda jauh dengan pemahaman jihad yang sebenarnya di kalangan umat Islam. Jika diartikan secara harfiah, istilah jihad itu maknanya bersungguh-sungguh. Berdasarkan makna tersebut, setiap orang yang bersungguh-sungguh dalam konotasi positif, sudah jelas bisa dikategorikan sebagai jihad. Dalam pandangan yang lebih luas, jihad tidak selamanya perang. esquire/irf

Ensiklopedi Jihad Sri Redjeki

Halaman 196 Majalah Esquire edisi Oktober 2003 memuat ilustrasi yang sangat bermakna. Ilustrasi tersebut membandingkan sebuah lembaran buku manual tentara Amerika Serikat (AS) dengan salah satu lembaran buku berjudul Al Mutafajjirot, yang juga disebut sebagai salah satu seri ensiklopedi jihad. Keduanya memiliki kemiripan.

Ilustrasi ini juga mengingatkan kita pada temuan Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng) di Jl Taman Sri Redjeki Selatan VII/2, Semarang. Selain menemukan bahan peledak dan senjata api, polisi juga menemukan 16 buku di alamat tersebut. Polisi kemudian menyebut buku-buku yang ditemukannya itu dengan istilah 'Dokumen Sri Redjeki'.

Seluruh buku itu ditulis dalam bahasa Arab. Polisi kemudian meminta H Ma'mun Efendi Nur PhD untuk menerjemahkannya. Dia adalah pakar bahasa Arab lulusan Universitas Millia Islamia New Delhi, India. Saat ini, Ma'mun juga menjadi salah satu pengajar di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo, Semarang.

Satu di antara 16 buku yang ditemukan Polda Jateng itu berjudul Al Mutafajjirot. Buku ini membahas masalah bahan peledak. Sampul buku ini sempat ditunjukkan Ma'mun ketika diwawancarai Trans TV dalam acara Kupas Tuntas. Ternyata, sampul yang berada di tangan Ma'mun itu terlihat sama persis dengan sampul yang termuat dalam majalah tersebut.

Pada umumnya, buku-buku yang ditemukan di Jl Taman Sri Redjeki itu berisi kajian tentang senjata dan strategi perang. Dalam wawancaranya, Ma'mun juga menjelaskan bahwa buku-buku itu dibuat pada 1980-an, saat pejuang Afghanistan dengan dukungan AS berusaha keras melawan tentara Uni Soviet. Kata dia, tidak tertutup kemungkinan, buku-buku itu disusun dengan menerjemahkan buku-buku petunjuk penggunaan senjata yang dikirim AS ke Afghanistan.

Pernyataan Ma'mun dalam wawancara tersebut terlihat senada dengan tulisan CJ Chivers yang dimuat dalam Esquire. Chivers mengungkapkan bahwa kebanyakan ensiklopedi jihad itu disusun dengan menerjemahkan manual yang dibuat Pentagon. ''Seorang koresponden The New York Times, David Rohde, yang masuk Kabul (ibu kota Afghanistan), juga pernah menemukan diktat tentang merakit amunisi yang diterjemahkan dalam bahasa Arab,'' tulisnya.

Diktat tersebut merupakan salah satu manual bagi tentara AS dalam perang Vietnam. Diagram yang termuat buku tersebut juga dicuplik dalam diktat terjemahan bahasa Arabnya. David menemukannya di Kamp Al Farouk dekat Kandahar.

Kenyataan itu menunjukkan bahwa buku-buku yang ditemukan di Jl Taman Sri Redjeki, sebenarnya juga bisa ditemukan di tempat lain. Tapi, aparat kepolisian selama ini banyak mengaitkan buku-buku itu dengan Jamaah Islamiyah. Padahal, seperti diakui Ma'mun, buku-buku itu tidak sedikit pun menyebut istilah Jamaah Islamiyah.

Secara lengkap, 'Dokumen Sri Redjeki' itu terdiri atas buku berjudul Al Musaddasah (cara membuat pistol), Al Aslihah (cara membuat senjata selain pistol), Al Qonabi wa Al Argham (cara membuat bom dan ranjau), Al Mutafajjirot (cara membuat mercon, ledakan, dan granat), serta Addababaat (kegunaan dan perawatan tank baja).

Selain itu juga Attasniyah (cara khusus membuat rakitan), Al Is'afat Awaliyyah (cara pengobatan), At Thobughorofiyah wa Masahah (fotografi), At Ta'tik (aktik dan strategi berperang), Hadmiyatul Muwajjahah fi Idarotis Siroj (kewajiban menghadapi musuh), Risalatul Umdad fi Idadil Muhdad Bijihadi fi Sabilillah (persiapan menuju jihad di jalan Allah SWT), Hadza Khosmani Amru Birobbihim (dialog tentang keagamaan).

Buku lainnya adalah Min Khotoya Islamiyah (kasus-kasus Islam masa kini), Nadzariyadus Siyadah wa Atsaruha (teori kedaulatan dan dampak perundangan), At Ta'dudiyah Siyasiyah (multipartai), dan At Tathorufuddiny (problem keagamaan).

Dalam buku-buku tersebut terdapat persembahan dan ucapan terima kasih untuk pimpinan Alqaidah, Usamah bin Ladin, Syekh Abdullah Azzam, salah satu pemimpin mujahidin Afghanistan, serta seluruh mujahid. Di bawah lembar persembahan tertulis sebutan Alqaidah.

Selain itu, juga terdapat bendel buletin yang berjudul Silsilah Al Fikr Islami, terbitan Mesir yang berisi pro dan kontra ilmuwan Mesir tentang wacana keislaman. Buletin tersebut sudah tidak terbit lagi. Secara prinsip, buletin ini tidak berbahaya, karena di Mesir bisa beredar bebas.

Sampai saat ini, polisi masih menyebut seluruh buku dan bendel majalah itu sebagai dokumen. Penggunaan istilah dokumen itu sempat mengundang protes dari Direktur Eksekutif Imparsial, Munir. Dia menilai polisi terlalu menggampangkan dalam menyebut buku-buku itu sebagai dokumen. ''Itu menurut saya lebih tepat disebut referensi,'' kata aktivis Kontras itu.

Menurut Munir, kajian tentang cara membuat bom itu bisa saja diambil dari internet, atau sumber lain oleh siapa saja. Orang yang mempunyai referensi tersebut, tambahnya, belum tentu berencana untuk melakukan peledakkan, atau terlibat dalam aksi teror. Sebagai referensi, buku-buku itu tidak bisa dijadikan barang bukti di pengadilan.

Kepala Polda Jateng, Irjen Didi Widayadi, terlihat tidak sepakat. Pihaknya tetap meganggap buku-buku tersebut sebagai dokumen yang akan ditingkatkan menjadi bukti material di pengadilan. ''Itu bukan referensi, karena bagi kepolisian itu sangat serius. Apalagi isi dokumen itu cara-cara merakit bom, dan ada simbol-simbol Islam yang menyesatkan,'' katanya menegaskan. sya/irf/ant/RioL
Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

Copyright 2009 All Rights Reserved Magazine 4 column themes by One 4 All